Bentang alam Lampung Barat |
Hutan dan Kopi ibarat dua sisi gapura bagi Lampung Barat, jika keduanya berdiri harmonis, tentunya akan elok dan gagahlah gapura itu, memancarkan kedamaian dan kekaguman bagi siapa saja yang datang maupun pergi melewatinya. Gapura yang tiada semua tempat memiliki itu bernama “Kabupaten Konservasi”.
Hutan dan kopi adalah sumberdaya alam yang esensial bagi Lampung Barat. Keduanya melahirkan amanah geografis sebagai “paru-paru”, “catchment area”, dan “pintu gerbang” di bagian barat Propinsi Lampung.
“Hutan” berfungsi ekologi yang menjamin perlindungan bagi sistem penyangga kehidupan serta pengawetan keanekaragaman hayati dan “Kopi” sebagai komoditas unggulan berfungsi ekonomi untuk menjamin kesejahteraan dan daya saing daerah. Kombinasi inilah yang kemudian dirumuskan menjadi Visi Pembangunan Jangka Panjang Daerah, yaitu “Terwujudnya Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi yang sejahtera tahun 2025”.
Kabupaten Konservasi didefinisikan sebagai wilayah administratif yang penyelenggaraan pembangunannya berorientasi atau berlandaskan pada prinsip konservasi, yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati yang menjamin kesejahteraan dan kelestarian sumber daya alam secara berkelanjutan.
Kabupaten Konservasi disebut juga sebagai model “pembangunan berkelanjutan”, “pembangunan hijau”, atau “pembangunan berwawasan lingkungan”, dimana pencapaian taraf kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan itu, diperoleh melalui upaya sadar dan konsisten dalam melindungi, memelihara, dan memanfaatkan sumber daya alamnya secara bijaksana dan bertanggung jawab, yaitu tidak eksploitatif, sesuai daya dukung serta daya tampung, agar terjaga fungsi kelestariannya dari generasi ke generasi.
Menurut Jejak Erwinanta, Lampung Barat sebagai “Kabupaten Konservasi” adalah buah dari suksesnya hubungan kemitraan multi pihak secara tripartit antara Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan Non Government (NGo) atau masyarakat.
Proses panjang menuju Kabupaten Konservasi ini dimulai sejak tahun 2004. Diawali pemikiran perlunya suatu model pembangunan yang efektif dalam memenuhi indikator kinerja pembangunan, sekaligus mampu meningkatkan daya saing daerah, dan efisien dalam pemanfaatan modal dasar pembangunan, dengan keadaan ruang wilayah yang terdiri dari 28,5% kawasan budidaya dan 71,5% kawasan hutan, serta memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi.
Gagasan ini mulai dibicarakan pertama kali di acara semiloka “Potensi dan Permasalahan Pengelolaan Repong Damar” pada bulan Maret 2004 yang diinisiasi oleh Worl Wild Fund for Nature - WWF, dan berlanjut pada saat pembahasan rancangan akhir Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat yang diinisiasi oleh WATALA, Universitas Lampung - UNILA dan Dinas Kehutanan Lampung Barat. Gagasan ini semakin menguat setelah ditetapkannya Taman Nasional Bukit Barisan Selatan - TNBBS sebagai Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera oleh UNESCO.
Istilah “Kabupaten Konservasi” pertama kali disampaikan oleh Ir Erwin Nizar M.Si (Bupati Lampung Barat 2002-2007) pada tanggal 29 Maret 2005, pada saat membuka acara workshop ”Peningkatan Fungsi Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung (HL), Sebagai Kawasan Lindung Khusus dan Penyangga Kehidupan”. Dalam sambutannya, Bupati meminta dukungan dan peran aktif NGo mitra TNBBS untuk bersama-sama dengan Bapeda dan Dinas Kehutanan Lampung Barat, membahas peluang program dan pendanaan yang mendukung dan menguntungkan bagi kemajuan Lampung Barat apabila ditetapkan sebagai Kabupaten Konservasi.
Menindaklanjuti hal tersebut pada tanggal 24 Oktober 2005, dilakukan pertemuan Tim Tata Ruang dan Tata Guna Lahan (TRTGL) Lampung Barat di Liwa. Tim TRTGL merupakan cikal bakal dari Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang keanggotaannya meliputi satuan perangkat daerah, instansi vertikal, dan lembaga swadaya masyarakat (NGo) yang bergerak di bidang lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Pertemuan menghasilkan kesepakatan untuk segera disusun tim Kerja Kabupaten Konservasi Lampung Barat dan Rencana Kerja (workplan), serta melakukan Kajian Awal Kesiapan Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi. Rancangan Kabupaten Konservasi, hasil Tim Kerja Kabupaten Konservasi kemudian disampaikan pada pertemuan Tim TRTGL tanggal 21 November 2005, dan hasil rumusan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan dalam Workshop Nasional Kabupaten Konservasi di Bogor.
Pada tanggal 29 November – 1 Desember 2005, diselenggarakan Workshop Nasional Kabupaten Konservasi di Bogor, yang diselenggarakan oleh Tim Kecil Kabupaten Konservasi yang dibentuk melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 522.53-258/Kep/Bangda/2005 Tentang Pembentukan Tim Kabupaten Konservasi. Hasil Workshop adalah rumusan konsep, prinsip dan kriteria penilaian, serta indikator yang terukur untuk diujicobakan kepada kabupaten inisiator. Kabupaten inisiator tersebut adalah : Kabupaten Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Kabupaten Malinau, Kabupaten Pesisir (Kalimantan Timur), Kabupaten Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Kabupaten Lebong (Bengkulu), dan Kabupaten Lampung Barat (Lampung).
Proses terus berjalan dengan pembentukan Tim Kajian dan Workshop Nasional tentang kabupaten konservasi di Liwa pada tanggal 7 November 2006. Puncaknya pada tanggal 9 Mei 2007 di Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah, dilakukan penandatanganan kesepakatan Bupati/Walikota Se-Propinsi Lampung guna mendukung secara konsekuen Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi. Dalam salinan Berita Acara Kesepakatan tersebut yang juga ditandatangani oleh Gubernur Lampung dan Ketua DPRD Propinsi Lampung, terdapat 3 poin penting yang menggambarkan kesadaran kolektif, dan komitmen masing-masing kabupaten/kota dalam mendukung Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi, yaitu:
- Betapa pentingnya nilai sumber daya alam sehingga harus dikelola secara arif dan bijaksana agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan umat secara berkelanjutan;
- Bahwa kondisi fisik dan geografis Kabupaten Lampung Barat dalam konteks pembangunan di Propinsi Lampung mempunyai kedudukan yang sangat penting, sebagai fungsi lindung, yang memberikan atau menyediakan jasa lingkungan bagi kehidupan;
- Bahwa untuk menjamin fungsi lindung yang berkelanjutan, maka pengelolaan sumber daya alam dilaksanakan secara bersama-sama;
Pencanangan Kabupaten Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi dilakukan pada saat peringatan Hari Ulang Tahun Lampung Barat ke-18 pada tanggal 24 September 2009 oleh Drs. Mukhlis Basri MM (Bupati Lampung Barat periode 2007-2017) berbarengan dengan peletakan batu pertama pembangunan masjid Islamic Center di Kawasan Sekuting Terpadu yang juga di hadiri oleh Gubernur Lampung. Selanjutnya pada tanggal 10 Oktober 2009, Bupati Lampung Barat menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kabupaten Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi.
Senja di danau Ranau |
Antara tahun 2009 – 2014, Kabupaten Konservasi menjadi vokal point yang memberikan efek berganda terhadap kinerja penyelenggaraan pembangunan daerah khususnya di sektor kehutanan dan lingkungan hidup serta penataan ruang. Kabupaten Konservasi kemudian menjadi rumusan visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah - RPJPD Lampung Barat 2005-2025 yang ditetapkan melalui Perda Lampung Barat Nomor 1 tahun 2013 dan Tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten - RTRWK Lampung Barat 2010-2030 yang ditetapkan melalui Perda Nomor 1 tahun 2012.
Dampak positip lainnya antara lain berupa dukungan program dari berbagai kementerian seperti Program SCBFWM (Penguatan Hutan dan DAS berbasis Masyarakat), Program Perhutanan Sosial melalui Hutan Kemasyarakatan, Penyiapan Kawasan Konservasi Eksitu Kebun Raya Liwa, pengembangan geothermal (panas bumi), program kota hijau untuk Kota Liwa, dan Program menuju Indonesia Hijau.
Terbangunnya kemitraan multipihak yang harmonis melalui konsorsium pelestarian ekosistem hutan hujan tropis yang dimotori oleh Wildlife Conservation Society Indonesia Program - WCS IP, WWF, dan WATALA. Konsorsium ini kemudian melahirkan banyak inovasi terkait konservasi keanekaragaman hayati TNBBS sekaligus mendatangkan manfaat bagi Kabupaten Lampung Barat, seperti Perintisan skema REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), pilot project kebijakan hulu hilir di Pekon Gunung Terang (Kecamatan Air Hitam), pengembangan ekowisata desa penyangga TNBBS, Program IPZ (Intensive Protection Zone) penyelamatan badak sumatera dan habitatnya, kegiatan pemberdayaan masyarakat “sustainable landscape”, penanganan konflik satwa dan sebagainya. Kabupaten Konservasi telah memberikan kontribusi nyata dalam mengharumkan nama Lampung Barat hingga ke tingkat Nasional dan Internasional.
Diberlakukannya Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan urusan Kehutanan, konservasi sumber daya alam dan ekosistem, tidak lagi menjadi urusan Pemerintah Kabupaten dan dikembalikan kewenangannya kepada pemerintah Propinsi dan Pusat. Sejak diberlakukannya Undang-Undang tersebut, maka dinas Kehutanan Lampung Barat dihapuskan dari Organisasi Perangkat Daerah, sedangkan untuk urusan Lingkungan Hidup ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup yang semula berbentuk Badan.
Guna mengatasi kesenjangan dalam hal pengaturan dan tata laksananya, maka pada tanggal 29 - 30 September 2016 di Hotel Blue Sky, Petamburan, DKI Jakarta, telah dilakukan Konsultasi Publik Fasilitasi Peraturan Daerah Kabupaten Konservasi. Kegiatan ini dibuka oleh Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial, Ditjen KSDAE Kementerian LHK RI dan dihadiri oleh Pemerintah Propinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Barat. Pertemuan ini menghasilkan rekomendasi penting untuk keberlanjutan Kabupaten Konservasi paska berlakunya Undang-Undang Pemerintah Daerah, yaitu:
- Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2009 tentang Lampung Barat Sebagai Kabupaten Konservasi, agar dilakukan perubahan secara teknis yuridis, menjadi peraturan perundang-undangan setingkat Peraturan Daerah;
- “Pembangunan Berkelanjutan Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi”, secara substantif mengatur aktifitas pembangunan berbasis Pembangunan Hijau;
- Penyusunan Grand Strategy yang melibatkan pakar, tenaga ahli atau Akademisi dan praktisi yang berorientasi kepada sinergisitas program inter-stakeholder di Kabupaten Lampung Barat.
- Percepatan mengenai Peraturan Daerah tentang Kabupaten Konservasi yang belum terealisasi akan segera diselesaikan melalui Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait.
Pada masa kepemimpinan Bupati Parosil Mabsus, S.Pd (Periode 2017-2022) “Kabupaten Konservasi” menjadi salah satu dari 3 Komitmen dalam penyelenggaraan pembangunan daerah, yaitu Kabupaten Konservasi, Kabupaten Tangguh Bencana, dan Kabupaten Literasi. Ketiga komitmen ini tercantum dalam Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Pebangunan Jangka Menengah Daerah-RPJMD Lampung Barat 2017-2022. Pada prakteknya Kabupaten Konservasi tidak hanya sebatas komitmen akan tetapi juga menjadi landasan operasional pencapaian tujuan misi pertama yaitu terwujudnya infrastruktur yang berkualitas dan berwawasan lingkungan dengan sasaran adalah meningkatnya kualitas lingkungan hidup berupa indek kualitas lingkungan hidup sebesar 64,12 diakhir RPJMD 2017-2022.
Guna memperkuat sinergitas peranan Kabupaten Konservasi dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal’s) khususnya pada pilar pembangunan lingkungan hidup, dilakukan focus group discussion pada tanggal 21 Mei 2018 di Bappeda Lampung Barat yang dihadiri oleh Tenaga Ahli Gubernur Lampung Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Ir Edison, M.Paf). Tindak lanjut dari hasil FGD ini adalah dilakukannya pengukuhan Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi pada tanggal 9 Oktober 2018, dan tersusunnya Roadmap Kabupaten Konservasi pada tahun 2019.
Baca Juga: | Hutan Penyangga Kehidupan |
Kini Kabupaten Konservasi memasuki masa transisinya, sementara isu global kian berkembang semakin rumit dan kompleks. Tuntutan akan komitmen pencapaian 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s), persaingan pasar bebas, deforestasi, pemanasan global dan bencana iklim, krisis ekonomi global, krisis pangan, krisis air bersih, krisis energi, pembangunan rendah karbon (FOLU Net Sink) dan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), serta kemiskinan, semuanya merupakan isu strategis, yang memberikan peluang sekaligus tantangan bagi keberlanjutan pembangunan di Kabupaten Lampung Barat, termasuk di dalamnya adalah menyangkut efektivitas dan relevansi Kabupaten Konservasi dalam menjawab semua tantangan global tersebut.
Lantas nilai penting apa saja yang dapat dijadikan dasar pertimbangan, bahwa masih relevannya Kabupaten Konservasi dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan di Lampung Barat saat ini dan kedepannya? Berikut nilai penting Kabupaten Konservasi menurut Jejak Erwinanta, jika ada pendapat lainnya jangan lupa tambahkan di kolom komentar di bawah ya Sob.
Ancaman akan Bencana Ekologis
Bencana ekologis yang muncul beberapa tahun terakhir, seperti konflik satwa, bintelehan (kematian massal ikan) di danau Ranau, menurunnya produktivitas kopi akibat perubahan iklim, telah menyadarkan kita bahwa konservasi terhadap keragaman hayati, air dan tanah masih sangat dibutuhkan untuk menjaga agar sistem penyangga kehidupan dapat terus memberikan jaminan dan perlindungan bagi kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: | Konflik Gajah Solusi dan Resolusi |
Peluang Eco - Enterpreneurship
Prinsip-prinsip konservasi seperti perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari, sejalan bahkan sudah menjadi kearifan lokal masyarakat adat Lampung Barat, seperti pengelolaan hutan adat, etnobotani tanaman obat, budidaya repong atau agroforestry dan siap kawin siap tanam. Kearifan lokal yang mengoptimasi pemanfaatan jasa ekosistem dapat diarahkan guna menambah pendapatan asli daerah dan pendapatan rumah tangga, melalui mekanisme imbal jasa lingkungan, atau kewirausahaan berbasis ekologi atau dikenal dengan istilah eco-enterpreneurship. Contoh dari eco-enterpreneurship yang dapat mendatangkan PAD dan pendapatan masyarakat antara lain wana wisata, ekowisata, dan eco-future.
Baca juga: | Wana Wisata dan Ekonomi Hijau |
Atasi Kesenjangan Kewenangan
Kawasan Hutan di Lampung Barat masih menempati urutan pertama terluas, yaitu sebesar 50,4%, sedangkan kopi menempati urutan kedua dengan luas 26,5% dari keseluruhan luas administrasi Lampung Barat. Saat ini urusan bidang kehutanan dan konservasi menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi dan Pusat. Untuk itu perlu adanya pengait kebijakan yang mampu menjembatani kesenjangan dalam hal pengaturannya agar terjalin sinergitas, keterpaduan, dan memperkuat pengawasan hingga ke tingkat pemerintahan desa.
Pengakuan atas eksistensi Adat
Konservasi bagian dari entitas budaya masyarakat Lampung, karenanya Kabupaten Konservasi juga menunjukkan pengakuan atas eksistensi masyarakat adat Lampung Barat. Hubungan erat antara Konservasi dengan masyarakat adat dapat dilihat dari unsur-unsur alam yang digunakan sebagai simbol pada lambang, ornamen ragam hiasan, sastra, yang mendeskripsikan tentang falsafah, prinsip dan norma sosial, sebagai kekhasan adat dan budaya masyarakat Lampung Barat. Bahkan norma tertulis tentang kutukan bagi siapa saja yang merusak hutan dan lahan, terukir di Prasasti Hujung Langit bertahun 997M yang berada di Pekon Hanakau Kecamatan Sukau, artinya bahwa sejak abad ke 10M, konservasi sudah menjadi budaya masyarakat Lampung Barat yang diwariskan hingga kini.
Prasasti Hujung Langit, Sukau |
Baca Juga: | Mengenal Makna Tugu Ara Liwa |
Peluang Dana Lingkungan Hidup
Kabupaten Konservasi berpeluang untuk mendapatkan pendanaan lingkungan hidup. Pemerintah Pusat telah membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sejak tahun 2018, yang berfungsi sebagai vehicle pembiayaan untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan fokus pada sektor kehutanan, energi sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, pertanian, kelautan, perikanan, transportasi, hingga industri sampah dan limbah. Dana yang tersedia hingga tahun 2022 mencapai Rp 14,52 triliun yang bersumber dari dana reboisasi, Global Enviromental Facility, Bank Dunia, Ford Foundation, dan sebagainya. Dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak termasuk Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah ( Sumber: www.ekon.go.id, 2022)
Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan akhir dari Kabupaten Konservasi adalah menjamin sistem penyangga kehidupan dapat tetap berfungsi secara berkelanjutan, dan sumber daya alam dapat tetap terpelihara dengan baik. Indikatornya adalah berlangsungnya kegiatan ekonomi ramah lingkungan dan terbentuknya masyarakat dengan kultur atau budaya konservasi, yakni masyarakat yang peduli dan sadar untuk menjaga sumber daya alamnya agar senantiasa bermanfaat secara berkelanjutan. Terbentuknya sumber daya manusia yang handal ini, diperlukan upaya-upaya pemberdayaan yang merupakan inti dari Kabupaten Konservasi. Salah satu peluang pemberdayaan masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan adalah melalui "Kemitraan Kehutanan". Karena itu agar Kabupaten Konservasi dapat menjadi pedoman, pengaturan, dan kepatuhan yang mengikat bagi semua elemen masyarakat perlu dituangkan kedalam Peraturan Daerah yang selama ini belum dimiliki oleh Lampung Barat.
RPJPD Lampung Barat Periode 2005-2025 akan berakhir, apakah Kabupaten Konservasi tetap menjadi komitmen daerah? ataukah terhenti sebatas jargon masa lalu, karena dianggap tidak cukup efektif mendukung kesejahteraan? Semua kembali kepada masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat untuk menentukannya.
Semoga Hutan dan Kopi akan tetap menjadi dua sisi Gapura yang harmonis, elok, dan membanggakan. Salam Sehat, Tetap Produktif, dan Salam Lestari
KABUPATEN KONSERVASI
dinginnya Pesagi, dan
gemuruhnya Sepapah,
Tegarlah engkau
wahai Amorphophallus !
Tinggalkan Elephas tertunduk pilu,
Sisakan kabut, tutupi empati
Kukuhkan langkah, pupuskan ragu
Kami bukanlah hari ini,
kami adalah masa depan,
dikala kalian tak lagi mampu
menggapai embun di Taman Pelangi
Nagari tersadar
arti kami untukmu
Wahai tunas-tunas
Sekala Bghak !
Liwa, 22 Pebruari 2023
In Memoriam : Ir. Warsito & Uda Afrizal
Agar kita dpt mewarisi kpd anak cucu kita, bumi yg masih dalam keadaan baik, utk mereka beraktifitas dan berusaha. Komitmen ini harus tetap ada.
BalasHapusSetuju....
Hapus